MENGGAGAS KELAUTAN SEBAGAI MAINSTREAM
PEMBANGUNAN SULAWESI BARAT
Oleh : Dr. Kasman eMKa1)
1) Direktur
Eksekutif Pusat Kajian dan Pengembangan Kemaritiman Nasional (PUSKANAL)
Jakarta

Langkah
terobosan itu harus dimulai dengan melakukan identifikasi dan analisis potensi
yang dimiliki secara komprehensif oleh pemerintah daerah dengan tetap
memperhatikan aspek historis dan kultural masyarakat agar dihasilkan konsep dan
srategi pembangunan yang terintegrasi dan berkesinambungan (sustainable development) menuju
terciptanya masyarakat yang sejahtera dan mandiri.
Salah
satu potensi terbesar yang dimiliki Provinsi Malaqbi ini adalah terbentangnya
laut yang sedemikian luas dengan posisi sangat strategis -dapat menjadi
interkoneksi antar provinsi di Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan- dan perairan
relatif masih steril dari pencemaran.
Kelautan Sulbar mengandung kekayaan alam yang melimpah, sebut saja adanya 9
blok migas di sepanjang garis pantai yang saat ini dalam tahap eksplorasi, memiliki
daerah yang potensial untuk dikembangkan
menjadi kawasan wisata bahari, serta latar belakang nenek moyang Suku Mandar
yang terkenal sebagai pelaut-pelaut tangguh dengan kearifan lokal yang secara
alamiah menyusun struktur sosio-kultural masyarakat pesisir-nya. Berdasarkan
thesa diatas, maka penulis berdasarkan kalkulasi scientific based meyakini bahwa “dengan konsep dan strategi pengelolaan potensi laut yang benar,
cukuplah Sulbar berbenah diri menuju provinsi yang sejahtera”
Prospek
pembangunan sektor kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, transportasi,
pertambangan, pariwisata bahari, bangunan kelautan, dan jasa kelautan sebagai mainstream pembangunan Provinsi Sulawesi
Barat menjadi lebih rasional terutama jika dikaitkan dengan diundangkannya Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 yang mengatur kewenangan provinsi dalam pengelolaan sumber
daya wilayah laut dalam batasan 12 mil yang diukur dari garis pantai kearah
laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan (pasal 18 ayat 4). Berdasarkan undang-undang tersebut maka panjang
garis pantai Sulbar mencapai ±667 km yang terbentang
dari Desa Paku Kabupaten Polewali Mandar hingga daerah Suremana Kabupaten
Mamuju Utara dengan luas perairan mencapai 20.342 km2.
Premis-premis
di atas diharapkan dapat memberi dorongan moral bagi pemerintah daerah untuk melakukan reposisi kelautan dalam
strategi pembangunan Sulbar, sehingga dalam konteks ini kelautan tidak lagi
diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral
sector) melainkan jadi arus utama (main
sector) dalam pembangunan. Gagasan ini adalah sebuah gagasan besar dan
hanya mampu dilakukan oleh pemimpin daerah yang suka berpetualang heroik karena untuk mencapai hal tersebut akan
diperhadapkan pada resistensi yang besar mengingat kultur kepemimpinan kita
dihampir semua level cenderung hedonistis.
Dalam
tataran ini masyarakat Sulbar yang sedang diambang pemilihan langsung gubernur
dan wakil gebernur berpeluang memberikan kontribusi konstruktif dengan
mencermati dan memberikan dukungan politik bagi calon gubernur dan wakil
gubernur yang memiliki kapabilitas dan komitmen dalam mewujudkan grand skenario
ini.
Resistensi
Pembangunan Wilayah Pesisir
Disadari
atau tidak pembangunan di beberapa daerah termasuk Sulbar baik ditingkat
Provinsi maupun tingkat Kabupaten selama ini telah menempatkan posisi laut
sebagai sektor pinggiran (peripheral
sector) dalam kebijakan-kebijakan makro pembangunan daerah. Kondisi ini
dapat dilihat dari adanya politik anggaran yang tidak berpihak pada sektor
kelautan, dimana untuk anggaran ke dinas-dinas kelautan sangat minim, hingga
tidak mencapai 1% dari APBD. Pemerintah daerah seolah ridho melihat rakyat
miskin di wilayah pesisir bertarung sendiri melawan ketidakberuntungan mereka. Implikasi
dari fakta tersebut adalah terpeliharanya kemiskinan yang akut pada masyarakat
pesisir yang tidak semestinya terjadi.
Paradigma
pembangunan pemerintah masih menggunakan pola pendekatan lama yang cenderung
kolot dimana laut tidak pernah diikutkan dalam mainstream pembangunan dan sangat hegemonistik daratan. Kolot
karena pada saat yang bersamaan daerah-daerah lain justru menggenjot
pertumbuhan ekonomi melalui sektor kelautan dan perikanan. Salah satu fakta
yang menunjukkan kondisi tersebut adalah tidak dimasukkannya Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten sebagaimana diamanatkan
dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Alih-alih memasukkan RSWP-3-K dalam RPJPD terpikir untuk menyusunnya pun
sampai kini masih menjadi pertanyaaan.
Dalam
konsep otonomi daerah jelas kebijakan ini sangat kontra produktif dan kurang
efektif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian rakyat terutama di
wilayah pesisir dan sekaligus juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempunyai
konsep pembangunan yang menyeluruh (holistic)
serta kurangnya keberpihakan terhadap masyarakat marjinal. Pemandangan inilah
yang kemudian menimbulkan stigma bahwa Ocean
policy pemerintah daerah masa lalu merupakan bentuk pengingkaran jati diri
daerah malaqbi sekaligus menjadi simbol kekerasan terhadap nilai kemanusiaan di
mana hak-hak rakyat banyak untuk memperoleh penghidupan yang layak terabaikan.
Konsep Pengelolaan WilayahPesisir
Paling
tidak ada lima materi pokok yang
harus diprioritaskan dalam pengelolaan wilayah pesisir Sulbar guna mengangkat
kualitas hidup masyarakat di sekitarnya : Pertama,
Peningkatan sumber daya manusia yang handal dan penerapan teknologi tepat guna
di wilayah pesisir. Diakui bahwa kualitas tradisional SDM pelaut-pelaut Mandar
sepanjang sejarah tidak diragukan lagi, namun dalam konteks ini kualitas yang
dimaksud adalah kualitas kolektif multidimensional yang berpengaruh pada pola
hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Hasil
penelitian mengenai identifikasi faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan
ekonomi menunjukkan bahwa peningkataan SDM menyumbang sebanyak 16 %, penerapan
teknologi 34 %, akumulasi capital investasi 12 %, alokasi sumber daya yang
efisien 11 %, skala ekonomi 11 % sisanya adalah penggunaan input secara tepat (market based approach). Peningkatan
kualitas SDM untuk pembangunan wilayah pesisir dapat dicapai diantaranya dengan
: a) mengembangkan kapasitas aparat
pemerintah daerah dalam mengelola potensi laut, sistem informasi sumber daya
alam dan lingkungan hidup wilayah pesisir. b)
meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. c)
memasukkan pelajaran kurikulum kelautan pada sekolah dasar sampai sekolah
lanjutan atas di daerah-daerah.
Kedua, melakukan kampanye dan promosi potensi
kelautan Sulbar secara profesional dalam rangka menarik investor dengan
mengidentifikasi dan menganalisis semua stakeholder
yang terlibat di dalam proses, atau permasalahan yang sudah dirumuskan batasan-batasannya.
Dalam tataran ini pihak yang kompeten (pemerintah)
harus mampu memahami persepsi dan sistem komunikasi stakeholder dengan
mempelajari kegiatan mereka dan mengamati dampak yang ditimbulkannya serta
melakukan pembicaraan dengan individu-individu yang terlibat. Upaya ini
dimaksudkan untuk memangkas aktifitas pemburu rente (rent-seekers) di sekitar wilayah pesisir yang senantiasa berupaya
mengeksploitasi potensi kelautan secara berlebihan tanpa mengindahkan konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), hal ini menjadi penting dalam proses pemberdayaan potensi
kelautan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat antargenerasi (intergenerational welfare).
Ketiga, mengontrol kualitas laut dengan
melakukan penataan ruang laut-darat secara profesional dan terintegrasi (konsep
dan strategi tata ruang laut akan diuraikan dalam tulisan tersendiri). Keempat, membangun sinergitas antar
lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi kemasyarakatan yang
berkonsentrasi di bidang kelautan dalam mewujudkan konsep kelautan yang telah
menjadi konsensus bersama. Kelima,
dan ini merupakan faktor determinan dari keseluruhan langkah di atas, yaitu political will pemerintah daerah dan legislatif dalam
mengelola potensi kelautan dengan membuat kebijakan kelautan (ocean policy) yang lebih proporsional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar