BONTANG BANJIR, SALAH SIAPA?
Dr. Kasman eMKa
Banjir di Kota Bontang sudah
menjadi agenda tahunan. Agenda alam yang kemudian menimbulkan polemik
berkepanjangan diantara orang-orang cerdas dan yang merasa diri cerdas. Banjir
bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan sampai menyita waktu dan materi tapi
harus diatasi dengan melakukan tindakan konkrit tanpa mengkambinghitamkan salah
satu pihak. Banjir merupakan gejala alam maka bahaslah dengan kajian alamiah
pula dan kalau memang ada yang harus disalahkan mari kita salahkan karena
ketidakberpihakan mereka terhadap keseimbangan alam.
Sebagaimana
banjir di kebanyakan daerah, banjir di Kota Bontang terjadi akibat luapan air
sungai. Dikatakan meluap karena ‘kondisi sungai’ tidak mampu mengalirkan air ke
laut (pesisir) wal hasil air tersebut tumpah ruah ke darat dan terjadilah apa
yang kita sebut banjir.
Sebenarnya banjir
di kota Bontang
dapat dilihat dalam perspektif konsep Tata Ruang DAS-Wilayah Pesisir Terpadu
yang di dalamnya ada dua informasi yang harus dikaji, yaitu : (1) informasi
ditingkat daerah tangkapan air dan (2) di tingkat daerah hilir (pesisir).
DAS yang terkait
dengan wilayah pesisir disebut juga coastal
watershed. Pusat-pusat pemukiman perkotaan yang berada dalam wilayah coastal watershed ini cenderung rawan
terhadap bencana banjir pada saat curah hujan tinggi yang pada saat bersamaan
air laut mengalami pasang (pasut tinggi), kondisi ini menyebabkan outlet sungai
tidak mampu mengalirkan air ke laut dan melimpah keluar alurnya (banjir). Ini
adalah salah satu dampak interaksi antara daratan dan lautan.
(1)
Ketika sungai mengalir melalui lahan pertanian, sungai
akan menampung limpahan air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan mengalir ke
sungai yang membawa residu dari pupuk, pestisida serta senyawa kotoran hewan.
Pencemaran dari sumber suatu area” (non-point sources)
(2)
Ketika sungai mengalir melalui lahan perumahan,
perkotaan dan industri, air sungai menerima limbah cair dan padat yang kadang
toksik (beracun) melalui drainase perkotaan, perumahan dan perindustrian, yang
umumnya disebut limbah domestic, dan dikategorikan sebagai “pencemaran dari
sumber yang jelas” (point sources)
(3)
Ketika sungai mengalir melalui lahan terbuka,
lading/perkebunan dan penggunaan lahan yang tidak lestari atau penggundulan
hutan, maka air sungai menerima masukan bahan-bahan kikisan hara dan tanah
berupa lumpur serta mengalir dan mengendapkannya di suatu titik dalam
perjalanannya sebagai bahan sedimentasi, sehingga aluran air menjadi menyempit.
Untuk kasus
Banjir di Kota Bontang, penulis beranggapan bahwa penyebab utama banjir di Kota ini lebih banyak
disebabkan oleh semakin parahnya kondisi sebagian besar badan sungai serta coastal watershed yang secara kontinu
mengalami pendangkalan oleh adanya transpor sedimen dari sekitar wilayah sungai
dan kemudian masuk ke badan air. Berdasarkan kajian ditemukan bahwa sumber
utama dari sedimen (non-point sources)
tersebut adalah semakin tingginya aktifitas penduduk disekitar wilayah DAS
sehingga pada prinsipya bukan hanya masalah banjir yang perlu kita pikirkan
tapi potensi pencemaran di wilayah pesisir juga harus mendapat perhatian serius.
Dilain sisi semakin gencarnya pembangunan Kota
menyebabkan daerah tangkapan air (catchment
area) semakin kecil, sehingga pada saat curah hujan tinggi maka outlet sungai
tidak mampu lagi mengalirkan air ke laut dan melimpah keluar alurnya dan
menggenangi sebagian dataran rendah tersebut. Kondisi ini akan semakin parah
manakala curah hujan yang tinggi tersebut bersamaan dengan saat air laut sedang
mengalami pasang tinggi.
Mengenai
pendapat beberapa pihak yang mengatakan bahwa penyebab banjir berasal dari
lokasi tambang, menurut penulis perlu dikaji ulang mengingat secara geografis
dan morfologi, keberadaan wilayah tambang tersebut tidak akan memberi
kontribusi yang berarti terhadap terjadinya banjir di Kota Bontang. Kami tidak
dalam kapasitas membela perusahaan tambang tersebut tapi lebih didasarkan pada
kajian ilmiah dan fakta dilapangan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dalam hal ini Bappeda
perlu menerapkan konsep penataan ruang DAS – Wilayah Pesisir Terpadu seperti
yang sedang digagas oleh teman-teman di Dewan Pemuda Sulawesi Selatan. Konsep
ini merupakan pengembagan dari konsep lama yakni konsep one river one management system.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar