Rabu, 18 April 2012

Opini (Bontang Banjir, Salah Siapa?)


BONTANG BANJIR, SALAH SIAPA?
Dr. Kasman eMKa

Banjir di Kota Bontang sudah menjadi agenda tahunan. Agenda alam yang kemudian menimbulkan polemik berkepanjangan diantara orang-orang cerdas dan yang merasa diri cerdas. Banjir bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan sampai menyita waktu dan materi tapi harus diatasi dengan melakukan tindakan konkrit tanpa mengkambinghitamkan salah satu pihak. Banjir merupakan gejala alam maka bahaslah dengan kajian alamiah pula dan kalau memang ada yang harus disalahkan mari kita salahkan karena ketidakberpihakan mereka terhadap keseimbangan alam.
Sebagaimana banjir di kebanyakan daerah, banjir di Kota Bontang terjadi akibat luapan air sungai. Dikatakan meluap karena ‘kondisi sungai’ tidak mampu mengalirkan air ke laut (pesisir) wal hasil air tersebut tumpah ruah ke darat dan terjadilah apa yang kita sebut banjir.
Sebenarnya banjir di kota Bontang dapat dilihat dalam perspektif konsep Tata Ruang DAS-Wilayah Pesisir Terpadu yang di dalamnya ada dua informasi yang harus dikaji, yaitu : (1) informasi ditingkat daerah tangkapan air dan (2) di tingkat daerah hilir (pesisir).
DAS yang terkait dengan wilayah pesisir disebut juga coastal watershed. Pusat-pusat pemukiman perkotaan yang berada dalam wilayah coastal watershed ini cenderung rawan terhadap bencana banjir pada saat curah hujan tinggi yang pada saat bersamaan air laut mengalami pasang (pasut tinggi), kondisi ini menyebabkan outlet sungai tidak mampu mengalirkan air ke laut dan melimpah keluar alurnya (banjir). Ini adalah salah satu dampak interaksi antara daratan dan lautan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di tingkat hulu (daerah tangkapan air) sampai ke hilir dalam perjalanan air ke outlet, antara lain :
(1)         Ketika sungai mengalir melalui lahan pertanian, sungai akan menampung limpahan air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan mengalir ke sungai yang membawa residu dari pupuk, pestisida serta senyawa kotoran hewan. Pencemaran dari sumber suatu area” (non-point sources)
(2)         Ketika sungai mengalir melalui lahan perumahan, perkotaan dan industri, air sungai menerima limbah cair dan padat yang kadang toksik (beracun) melalui drainase perkotaan, perumahan dan perindustrian, yang umumnya disebut limbah domestic, dan dikategorikan sebagai “pencemaran dari sumber yang jelas” (point sources)
(3)         Ketika sungai mengalir melalui lahan terbuka, lading/perkebunan dan penggunaan lahan yang tidak lestari atau penggundulan hutan, maka air sungai menerima masukan bahan-bahan kikisan hara dan tanah berupa lumpur serta mengalir dan mengendapkannya di suatu titik dalam perjalanannya sebagai bahan sedimentasi, sehingga aluran air menjadi menyempit.
Untuk kasus Banjir di Kota Bontang, penulis beranggapan bahwa penyebab utama banjir di Kota ini lebih banyak disebabkan oleh semakin parahnya kondisi sebagian besar badan sungai serta coastal watershed yang secara kontinu mengalami pendangkalan oleh adanya transpor sedimen dari sekitar wilayah sungai dan kemudian masuk ke badan air. Berdasarkan kajian ditemukan bahwa sumber utama dari sedimen (non-point sources) tersebut adalah semakin tingginya aktifitas penduduk disekitar wilayah DAS sehingga pada prinsipya bukan hanya masalah banjir yang perlu kita pikirkan tapi potensi pencemaran di wilayah pesisir juga harus mendapat perhatian serius. Dilain sisi semakin gencarnya pembangunan Kota menyebabkan daerah tangkapan air (catchment area) semakin kecil, sehingga pada saat curah hujan tinggi maka outlet sungai tidak mampu lagi mengalirkan air ke laut dan melimpah keluar alurnya dan menggenangi sebagian dataran rendah tersebut. Kondisi ini akan semakin parah manakala curah hujan yang tinggi tersebut bersamaan dengan saat air laut sedang mengalami pasang tinggi.
Mengenai pendapat beberapa pihak yang mengatakan bahwa penyebab banjir berasal dari lokasi tambang, menurut penulis perlu dikaji ulang mengingat secara geografis dan morfologi, keberadaan wilayah tambang tersebut tidak akan memberi kontribusi yang berarti terhadap terjadinya banjir di Kota Bontang. Kami tidak dalam kapasitas membela perusahaan tambang tersebut tapi lebih didasarkan pada kajian ilmiah dan fakta dilapangan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dalam hal ini Bappeda perlu menerapkan konsep penataan ruang DAS – Wilayah Pesisir Terpadu seperti yang sedang digagas oleh teman-teman di Dewan Pemuda Sulawesi Selatan. Konsep ini merupakan pengembagan dari konsep lama yakni konsep one river one management system.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar